Tedjo Iskandar

BIOGRAFI:
Lulus SMA tahun 1980, Tedjo Iskandar dari Palembang merantau ke Jakarta. Cita-citanya ingin keliling dunia. Tapi apalah daya, ayahnya hanyalah seorang penjual besi bekas. Lewat perjuangan kerasnya sebagai tour leader (TL), maka negara-negara di dunia pun berhasil disambanginya. Bahkan kini sebagai praktisi dan motivator traveling, Tedjo mampu mencetak ratusan TL ke mancanegara.

Ketika SMA keranjingan dengan majalah Aktuil yang memaparkan banyak musisi dalam dan luar negeri. Bagai kisah Laskar Pelangi, Tedjo memasang banyak poster di kamarnya.

Bahkan setiap band show di Palembang ia tidak pernah absen nonton, God Bless, Trencem, Aka, Rollies hingga Ken Arok.

Lulus SMA anak bungsu dari tiga bersaudara ini menyusul kedua kakaknya di Jakarta. “Kalau teman-teman naik pesawat, saya harus naik bus ke Lampung, menyeberang kapal ferry dari Panjang Lampung ke Merak,” kenang pria kelahiran Palembang, 12 Desember 1960.

Ia sempat test SKALU diterima di UNDIP jurusan Sospol, kemudian Sekolah Tinggi Publisistik Jakarta dan Pariwisata Universitas Trisakti. Tapi karena keinginan melanglangbuana membaja, maka Trisakti-lah pilihan yang dilakoni.
Dengan biaya bantuan sang kakak, Tedjo berhasil kuliah dan kos di seputar kampus Trisakti Grogol.

Sebagai mahasiswa yang tidak menerima wesel orangtua, ia harus banting tulang mencukupi kebutuhan. Setiap Sabtu-Minggu menjaga turis transfer in-out hotel di Bandara Halim Perdanakusuma. Menjadi LO (liaison officer) city tour mengunjungi barang antik Jalan Surabaya, Batik di Kebayoran Lama, Taman Mini, Pasar Seni, Monas dan lainnya. Saat itu bisa mengumpulkan 10 dolar US plus 10 dolar komisi. Lalu membawa turis dari kapal pesiar Golden Odyssey yang merapat di Tanjung Priuk, ke Dieng, Gunung Kawi, Yogya, Solo hingga Bali dan sekitarnya.

“Karena bahasa harus kuat saya kursus bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, juga fotografi dan menulis. Karena tidak bisa beli buku, saya baca di Gramedia,” ungkap pengidola Abraham Lincoln dan John Pope II ini. Impiannya pun nyaris tergapai. Ia tidak melihat poster-poster band luar negeri yang tertempel di dinding kamarnya, tapi langsung menonton shownya di Jakarta seperti konser Deep Purple, Uriah Heep, Rolling Stones, Casey On The Sunshine Band, The Police dan seterusnya.

Pucuk dicinta ulam tiba, 26 Desember ’83 pria keturunan Tionghoa ini terbang ke luar negeri untuk pertama kalinya. “Saya dapat kepercayaan JAL Select membawa wisatawan ke Jepang dengan rute Singapore, Hongkong, Taiwan, Tokyo,” ucap Tedjo yang sempat nonton film John Travolta disana.

Bak cerita Si Doel jadi tukang insinyur, dengan bangganya ia kirim foto-fotonya ke orang tuanya di Palembang. Otomatis warga se kampung halamannya di Lorong Pagar Alam I, mengetahui bahwa Si Tedjo sudah menggapai mimpinya pergi ke luar negeri.

Pembawaannya ‘sersan’ serius tapi santai, humoris dan entertainer membuat citra di dunia tour leader melambung. Beberapa travel agency mempercayakannya klien wisatawan pada Tedjo.

Hampir setiap event konser musik manca di Singapore atau Hongkong menjadi langganannya seperti Michael Jackson, Spice Girl, Boyz II Men, juga North Sea Jazz di Belanda, “Tahun ‘93 saya bawa tour anak muda nonton Basket NBA, lalu pesta musik dunia Woodstock di Amerika. Semua itu membuat mimpi-mimpi saya menjadi kenyataan,” ungkap pria yang telah menyinggahi seluruh Hard Rock CafĂ© dunia. Setiap perjalanannya selalu dicatat dalam buku diarynya, seperti misal tahun ‘84-‘85, membawa tour outbond atau ke luar negeri sebanyak 131 hari dengan jumlah jam terbang 223, 45 menit.

Hingga kini suami Revina Aryani serta ayah dari Kidung Pascalis dan Kinanti Odelia telah merambah berbagai benua; Eropa, Amerika, Asia dan Australia. Beberapa diantaranya membawa grup para selebritis Indonesia seperti Sarah Sechan, Gunawan, Ari Wibowo, Bella Saphira, Ferry Salim, Cindy Fatika, Andien dan lainnya.

Karena beritikad ingin berbagi ilmu dengan para pelaku wisata lainnya, maka tahun 1994 Tedjo mendirikan TTC Tourism Training Centre. Selain mendapat bimbingan secara teori, pesertanya yang terdiri dari mahasiswa jurusan pariwisata, karyawan travel agency, dan kalangan umum ini juga langsung praktek ke berbagai negara selama dua minggu.

Diawali tahun 1994 ke Singapore Bangkok, lalu program Eropa, Australia dan Malaysia, hampir setahun dua kali, jumlah peserta berkisar 50 orang. “Hingga kini sudah ratusan tour leader lulusan program ini, mereka sudah berhasil rutin membawa wisatawan keluar negeri,” tutur Tedjo, yang tengah membuat buku tentang TL ini bangga.

TTC pun semakin berkembang selain program tour leader, ia juga menjadi guest speaker, menggelar tourism workshop, inhouse training dan travel mart. Kepercayaan yang telah tertanam pada para relasi produsen wisata di dunia, membuat Tedjo berhasil menggalang minimal 120 travel agency berbagai negara dalam program Travel Mart. Sampai kini sudah 12 kali diselenggarakan. “Antara pelaku wisata luar negeri dan dalam negeri bertemu head to head, mereka langsung mengadakan transaksi bisnis,” tuturnya.

Di usia menginjak kepala lima, agaknya arah destinasinya pun berubah ingin mengunjungi negara lain demi ketenteraman jiwa seperti Tibet, Israel…dengan misi pematangan diri, sabar, humble serta merasakan bahwa diri ini kecil di hadapan Sang Pencipta.

0 komentar:

  © Kwartetwo.com Didirikan Oleh Alan Maulana 2010

Back to TOP  

IP